RUU Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan Dan PKRT Disetujui Dibawa Ke Paripurna
Seluruh Fraksi DPR RI menyetujui RUU tentang Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) dibawa ke Paripurna DPR RI menjadi usul inisiatif DPR.
Hal ini disampaikan masing-masing juru bicara fraksi saat menyampaikan Pendapat Mini Fraksi pada Rapat Pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (4/4) yang dipimpin Ketua Baleg Ignatius Mulyono.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Panja RUU Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT Dimyati Natakusumah mengatakan, Panja telah mengadakan pembahasan secara intensif serta melakukan rapat dengar pendapat umum dengan pakar, akademisi, praktisi, instansi dan stakeholders terkait untuk memperoleh masukan atas RUU dimaksud.
Selain itu, Panja juga melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Riau, Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Jawa Timur untuk memperoleh berbagai masukan guna penyempurnaan RUU tersebut.
Dimyati menambahkan, RUU Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT telah mengalami pembahasan dan perdebatan yang cukup intensif untuk menemukan formula terbaik tentang sistem pengawasan sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Menurut Dimyati, substansi penting dari RUU tersebut diantaranya adalah ruang lingkup, pengawasan, promosi dan iklan, pengujian laboratorium, penarikan kembali dan pemusnahan, pemeriksaan sarana dan pengambilan contoh, pelaksana pengawasan, peran serta masyarakat dan ketentuan pidana.
Pengawasan dalam konteks RUU ini, kata Dimyati, meliputi penetapan standar persyaratan, pembuatan, penandaan dan informasi, peredaran, penyaluran dan penyerahan, pemasukan ke dalam dan pengeluaran dari wilayah Indonesia.
Sedang pelaksana pengawasan, ketentuan ini terkait dengan regulasi pelaksana dimana Badan Pengawas (Badan POM) merupakan lembaga yang bertugas melakukan pengawasan terhadap produk sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Regulasi yang terkait dengan partisipasi masyarakat dalam RUU ini adalah mendorong peran serta masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam pengawasan produk sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Sedang ketentuan pidana dalam RUU ini dimaksudkan untuk memberi sanksi yang berat terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam hal produksi dan peredaran sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Dimyati juga menyampaikan, terdapat dua perdebatan intensif selama perumusan RUU yang mungkin memerlukan kajian mendalam pada tingkat pembahasan dengan Pemerintah, yaitu pembagian otoritas pengawasan antara regulator dan badan pengawas serta ketentuan peralihan dan sanksi.
Terkait dengan sanksi, dalam pendapat mini fraksi, juru bicara Fraksi Partai Golkar Tetty Kadi Bawono mengatakan fraksinya menyambut gembira dalam RUU ini diatur bab mengenai sanksi pidana yang tentu saja berlaku bagi masyarakat yang mengadakan dan/atau membuat sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi stadart serta bagi setiap orang yang tidak memuat penandaan dan informasi obyektif lengkap serta tidak menyesatkan tentang materi iklan sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT.
Menurut F-PG, mesti ditur pula secara berimbang bukan saja sanksi berat bagi masyarakat yang melanggar ketentuan dimaksud, tapi juga sanksi bagi para penyidik, pegawai pejabat pegawai negeri sipil yang melanggar kode etik penugasannya.
Sementara juru bicara Fraksi PDI Perjuangan Rieke Dyah Pitaloka menyampaikan RUU Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT ini hendaknya menunjukkan hubungan yang jelas dan tegas akan jaminan dan perlindungan bagi masyarakat dari produk-produk farmasi, alat kesehatan dan PKRT yang tidak bermutu, tidak aman dan berbahaya bagi kehidupan masyarakat.
F-PDI Perjuangan berharap dengan diberlakukannya BPJS pada bulan Januari 2014, RUU ini juga harus memuat ketentuan-ketentuan yang sinergis dan selaras dengan pelaksanaan program-program BPJS.
Juru bicara Fraksi Partai Hanura menyampaikan, dalam menyusun RUU ini harus berdasarkan asas kemanusiaan, keamanan, manfaat, mutu dan ketersediaan.
Sedang juru bicara F-PKS menyampaikan, RUU ini harus memperkuat wewenang Badan POM dalam perijinan dan pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Payung hukum ini harus mendorong peningkatan kinerja Badan POM dalam perbaikan sistem registrasi obat dan makanan, mekanisme pengujian gizi, khasiat, keamanan obat dan makanan dan metode pengawasan produk obat dan makanan di lapangan.
F-PKS juga berpendapat, lahirnya RUU ini harus mampu menjawab kebutuhan mendesak akan kemandirian obat nasional. Pengaturan didalamnya harus mendorong swasembada bahan baku obat dengan meminimalisir import.
Sementara Fraksi PAN menyampaikan, setelah disahkannya RUU ini semua peraturan pelaksanaannya harus segera ditertibkan. Hal ini untuk mencegah tersanderanya implementasi UU ini ditengah masyarakat. (tt) foto:wy/parle